Selasa, 29 Maret 2016

Media Komunikasi Publik: PROSES KOMUNIKASI


           
Apa itu pengertian komunikasi? Kata atau istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut Communication berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang artinya "membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih". Dalampengertian secara khusus mengenai komunikasi itu sendiri menurut Hovland Komunikasi adalah “proses mengubah perilaku orang lain”. Banyak ahli di dunia juga memberikan sumbangan pemikiran tentang komunikasi. Seperti apa pengertian komunikasi menurut mereka?
  • Everett M. Rogers: Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
  • Prof. Dr. Alo Liliweri: Komunikasi adalah pengalihan suatu pesan dari satu sumber kepada penerima agar dapat dipahami.
  • Aristoteles: komunikasi adalah alat dimana warga masyarakat dapatberpartisipasi dalam demokrasi.
  • Lexicographer: Komunikasi adalah upaya yg bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yg sama terhadap pesan yg saling dipertukarkan adalah tujuan yg diinginkan oleh keduanya.
Komponen Komunikasi yaitu:
  1.   Sender
  2. Message
  3.  Receiver
  4. Feedback

Ke-empat komponen komunikasi tersebut saling berhubungan yang nantinya akan menghasilkan suatu proses komunikasi. Proses komunikasi tersebut diawali dengan seorang sender atau pengirim memberikan sebuah pesan berupa informasi, ajakan, saran, permintaan, dan lain-lain yang akan diterima oleh receiver atau penerima, setelah receiver menerima pesan tersebut maka ia akan memberikan sebuah feedback atau respon kembali.
Hal yang perlu diperhatikan pada penyampaian pesan bukan hanya tentang isi pesan yang akan disampaikan, tetapi cara menyampaikan pesan juga perlu diperhatikan. Jadi pesan harus dikemas sebaik mungkin agar isi pesan tersebut dapat tersampaikan dengan jelas. Proses pengemasan pesan tersebut disebut encoding. Setelah pesan diterima oleh receiver, maka receiver tersebut akan melakukan proses penafsiran pesan atau decoding. Sehingga receiver dapat memberikan respon yang sesuai.

Faktor Ketepatan Encoding
  1. Isi pesan

Pengirim pesan harus memahami betul apa isi pesan yang akan disampaikan agar tidak terjadi kekeliruan.
     2.  Pihak penerima
Pengirim pesan harus memperhatikan kepada siapakah pesan itu nantinya akan diterima. Pengirim juga harus mengetahui informasi tentang latar belakang pendidikan dan sosial, mindset, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penerima pesan.
     3.  Bentuk Pesan
Pengirim pesan harus dapat menggolongkan jenis pesan tersebut. Apakah termasuk pesan yang verbal atau non verbal yang nantinya akan ditentukan kata atau kalimat yang akan dipakai saat penyampaian pesan.
     4.  Prinsip Komunikasi:
1.      Komunikasi adalah Paket Isyarat
Dalam proses komunikasi akan melibatkan jenis pesan, isyarat tubuh, atau kombinasi keduanya yang nantinya akan membentuk sebuah “paket” Seluruh tubuh nantinya akan bekerja sama untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang akan disampaikan.


2.      Pesan yang Kontradiktif
Pesan yang kontradiktif adalah penyampaian pesan yang dilakukan beserta dengan kontak tubuh yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan. Biasanya kontak tubuh dari lawan bicara akan mengungkapkan kebenaran atau tingkat keseriusan pesan.

3.      Komunikasi adalah Proses Penyesuaian
Komunikasi hanya akan terjadi apabila para komunikator menggunakan sistem isyarat yang sama. Contohnya bahasa, apabila para komunikator menggunakan bahasa yang berbeda – beda maka komunikasi tidak akan terjadi. Sehingga perlu adanya penyesuaian para komunikator agar dapat melakukan komunikasi.

4.      Komunikasi Mencakup Dimensi Isi & Hubungan
Komunikasi berkaitan dengan dunia nyata yang juga menyangkut hubungan diantara kedua pihak.

5.      Komunikasi Melibatkan Transaksi Simetris dan Komplementer
Dalam hubungan simetris dua orang saling bercermin pada perilaku lainnya. Jika salah seorang melakukan suatu tindakan maka perialku tersebut akan dilakukan juga oleh perilaku lainnya. Sehingga hubungan ini besipat sebanding yang akan meminimalisir perbedaan diantara kedua orang yang bersangkutan.

6.      Rangkaian Komunikasi Dipunkuasi

Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal dan akhir yang jelas. Proses kontinyu dan berputar ini ke dalam sebab dan akibat, atau ke dalam stimulus dan tanggapan.

Proposal Penelitian

MENINGKATKAN SAFETY RIDING PENGEMUDI PELAJAR USIA 18 – 21 TAHUN DALAM MENGURANGI KECELAKAAN LALU LINTAS DI KECAMATAN TEGAL TIMUR, KOTA TEGAL


BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan. Fenomena Kecelakaan Era globalisasi menuntut masyarakat modern untuk mempunyai mobilitas yang tinggi. Mobilitas yang tinggi tersebut mendorong teradi tingginya kepadatan lalu lintas, baik barang maupun manusia di seluruh dunia. Melihat perkembangan yang ada dari kepadatan lalu lintas tersebut, semakin banyak ditemukan fakta yang menunjukkan bahwa jalan raya justru menjadi ladang pembunuhan manusia modern. Sejak ditemukannya kendaraan bermotor lebih seabad lalu, diperkirakan sekitar 30 juta orang telah terbunuh akibat kecelakaan jalan.1 Angka tersebut merupakan peningkatan dari 880.000 korban kecelakaan tahun 1999, dan pada 2010 diperkirakan meningkat antara 1,1-1,2 juta, kemudian menjadi 1,3-1,4 juta per tahun pada tahun 2020. Pada periode yang sama terdapat fenomena yang menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi pembunuh dengan banyak korban melebihi keseluruhan korban perang termasuk dalam dua perang dunia. Korban kecelakaan jalan raya juga lebih banyak dibandingkan dengan korban kecelakaan angkutan udara, laut, danau, maupun kereta api.2 Menurut perkirakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2020 penyebab terbesar ketiga kematian adalah kecelakaan jalan raya, tepat dibawah penyakit jantung dan depresi. WHO mencatat bahwa 1 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya di jalan raya akibat kecelakaan, dimana 40% diantaranya berusia 25 tahun. Sementara itu, jutaan orang lainnya mengalami luka parah dan cacat fisik akibat kecelakaan. Faktor  yang dapat menyebabkan kecelakaan salah satunya yaitu faktor manusia. Faktor manusia dapat terjadi karena kelalaian manusia (Human error).
Mengingat banyaknya korban jiwa dan besarnya kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh kecelakaan jalan, maka mendesak perlu dibangun budaya keselamatan jalan (road safety culture) di Indonesia. Berbagai program dan upaya sosialisasi telah dilakukan untuk mengurangi tinggi nya angka kecelakaan,salah satu upaya tersebut adalah pengenalan safety riding. Tingginya angka kecelakaan sepeda motor sebagian besar juga melibatkan kendaraan lain yaitu mobil, yang artinya juga dalam 76% kecelakaan sepeda motor sebagian juga melibatkan mobil,bahkan tidak jarang menjadi pihak yang dirugikan. Kecelakaan terjadi karena kurang antisipasinya pengemudi mobil dalam mengenali kondisi jalan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan para pengendara tentang kondisi lalu lintas di jalan.
Tercatat sekitar 40% dari korban kecelakaan adalah berusia 18-21 tahun, dan itu selalu mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Remaja merupakan salah satu segmen terbesar penyumbang kecelakaan lalu lintas. Usia 17 tahun adalah usia remaja mendapat SIM untuk pertama kalinya, dimana mereka baru mendapat izin untuk mengandarai kendaraan. Remaja ingin mengendarai kendaraan ketika berumur 17 tahun. Remaja berpikir bahwa mereka cukup dewasa untuk mengendarai mobil di jalan, tetapi dengan pengetahuan tentang mengemudi yang dangkal sering menyebabkan kecelakaan mobil fatal. Pengetahuan mereka tentang kendaraan masih kurang karena masih merupakan hal baru bagi mereka. Kurang pengetahuan dan pengalaman tersebut membuat pengemudi remaja kurang tanggap terhadap situasi yang membahayakan sehingga berpotensi terjadinya kecelakaan di jalan raya.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang gagal saat mengikuti ujian untuk mendapatkan SIM A. Sebagai contoh kasus di Kota Medan, dari 118 orang pendaftar yang lulus hanya 24 orang. Ujian tulis SIM A berisi pertanyaan yang menguji pengetahuan para calon pengendara tentang kondisi lalu lintas, dimana kondisi ini nantinya akan dihadapi dalam keadaan sesungguhnya saat mereka telah mendapatkan SIM dan berkendara di jalan. Banyaknya permintaan dari para calon pengendara untuk mendapatkan buku yang berisi tentang panduan mengemudi di jalan raya yang digunakan sebagai bekal mereka sebelum menghadapi ujian untuk mendapatkan SIM. Hasil kuisoner menunjukkan bahwa remaja masih kurang pengetahuan akan lalu lintas. Ketika ditanyakan soal rambu angka perhitungan menunjukkan 3,33 yang artinya cukup tahu, begitu pula saat ditanyakan tentang marka, hanya 3,35. Pengetahuan ini dirasa masih kurang karena rambu dan marka masih pengetahuan yang sederhana sebagai bekal awal untuk mengemudi jalan raya. Pengetahuan Safety Driving menjadi bekal awal yang harus dimiliki sebelum mengendarai kendaraan di jalan raya.
Kota Tegal merupakan kota yang mempunyai banyak jalan arteri yang pengguna jalannya sebagian besar adalah remaja pada usia 18 – 21 tahun. Telah ditemukan dalam beberapa studi kasus bahwa di Kota Tegal sering terjadi kecelakaan yang melibatkan pengemudi usia remaja. Berdasarkan ulasan – ulasan kondisi diatas maka perlu dilakukannya penelitian mengenai tingkat safety riding bagi pengemudi mobil khususnya pengemudi remaja di Kota Tegal agar terciptanya keselamatan di jalan raya dan mengurangi angka kecelakaan yang disebabkan oleh perilaku pengemudi yang kurang safety khususnya pada usia 18 – 21 tahun karena masih kurang memahami tentang tata cara mengemudi yang berkeselamatan.
            Kecamatan Tegal Timur adalah sebuah kecamatan di Kota Tegal, Jawa Tengah, Indonesia. Ibukota nya adalah Kejambon.Tegal Timur berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Tegal di timur dan selatan, serta Kecamatan Tegal Selatan dan tegal Barat di barat. Di kecamatan ini terdapat Balai kota, Alun-alun, dan Masjid Agung yang terletak di kelurahan Mangkukusuman, serta trdapat pula Stasiun Kereta Api Tegal yang terletak di perbatasan antara kelurahan Slerok dan kelurahan Panggung. Di kecamatan ini juga terdapat sejumlah SMA yaitu 14 sekolah dan 3 universitas.
1.2  Identifikasi Masalah
Kurangnya kesadaran pelajar khususnya usia remaja akan pentingnya keselamatan diri sendiri dalam mengemudi kini menjadi masalah yang cukup serius di jalan raya. Pasalnya, remaja -  remaja di Kota Tegal kurang memperhatikan keselamatan berkendara. Banyak pengemudi usia remaja yang kerap kali memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, tidak mempedulikan rambu-rambu lalu lintas, bahkan tidak mempedulikan pengguna jalan lainnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahan para pengemudi usia remaja akan pentingnya keselamatan.
1.3  Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang ada, permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah :
1.      Bagaimanakah karakteristik perilaku pengemudi pada usia 18 - 21 di Kota Tegal?
2.      Apa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan safety riding?
1.4  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini ialah:
1.      Mengetahui karakteristik perilaku pengemudi pada usia remaja yang ada di Kota Tegal.
2.      Mengetahui dan menerapakan metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan safety riding agar dapat mengurangi angka kecelakaan di Kota Tegal.

1.5  Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka pembahasan masalah perlu dibatasi, hal ini bertujuan agar pembahasan masalah tidak melebar ke hal lain yang tidak diperlukan. Sehingga kita dapat lebih fokus di ruang lingkup masalah yang telah ditentukan. Pada hal ini penulis membatasi pembahasan masalah yaitu meliputi karakteristik perilaku pengemudi pada usia remaja dengan kisaran usia 18 – 21 Tahun di Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal dan Metode yang diperlukan untuk meningkatkan safety riding dalam mengurangi kecelakaan lalu lintas.
1.6  Manfaat Penelitian
 Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.      Manfaat Teoritis
a.       Untuk mengetahui karakteristik perilaku pengemudi pelajar pada usia 18-21 tahun yang berada di Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
b.      Untuk meningkatkan safety riding bagi pengemudi pelajar melalui metode sosialisasi atau penyuluhan langsung.
c.       Untuk menjadi bahan kajian akademis dalam upaya menanggulangi kecelakaan lalu lintas.
d.      Guna menugurangi angka kecelakaan lalu lintas dan mewujudkan safety riding bagi pengemudi usia pelajar.
2.      Manfaat Praktis
Sebagai sumbangan pemikiran akademis yang aplikatif kepada Pemerintah Kota Tegal yang terkait seperti DISHUB dan pihak Kepolisian setempat agar dapat mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di Kota Tegal khususnya di Kecamatan Tegal Timur yang disebabkan oleh pengemudi pelajar. Dan yang paling penting yaitu bermanfaat untuk diri saya sendiri dalam menambah wawasan saya guna menunjang pembelajaran di kampus PKTJ sebagai taruni yang belajar dalam bidang Manajemen Keselamatan Jalan mengenai cara atau solusi dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di Kota Tegal.

BAB II
LANDASAN TEORI

1.1  Safety Riding
2.1.1 Definisi Safety Riding
Safety Riding mengandung pengertian yaitu suatu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara, demi menciptakan suatu kondisi, yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangannya.
Implementasi dari pengertian di atas yaitu bahwa diisaat kita mengendarai kendaraan, maka haruslah tercipta suatu landasan pemikiran yang mementingkan dan sangat mengutamakan keselamatan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Untuk itu, berangkat dari dasar pemikiran keselamatan tersebut, maka para pengendara haruslah menyadari arti dan pentingnya keselamatan, hal ini bisa dicontohkan dengan meningkatnya angka kecelakaan di jalan raya dan berbagai kejadian kecelakaan yang terjadi disebabkan dari berbagai macam kasus. Walaupun terasa sangat sulit untuk menumbuhkannya, namun pemikiran yang mengutamakan keselamatan tersebut haruslah merupakan kesadaran dari dirisendiri yang terbentuk dan dibangun dari dalam hati dan bertekad untuk melaksanakan segala aktivitas yang mendasar pada Safety Riding. Bila dasar pemikiran Safety Riding (Safety Minded) telah dimiliki, maka dengan mudah setiap hal yang berkaitan dengan Safety Riding dapat kita terapkan dimulai daridiri sendiri dan memulainya dari hal-hal yang kecil.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Safety Riding
Menurut survey tim safety riding, lebih dari 50% kecelakaan sepeda motor disebabkan oleh faktor manusia itu sendiri, selain faktor kendaraan dan lingkungan. Faktor manusia ini meliputi kelengkapan pengemudi saat mengemudikan kendaraannya dijalan dan ketaatannya dalam mengemudikan kendaraan.

1.2  Kecelakaan Lalu Lintas
1.2.1        Desinisi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus dianalisis dan ditemukan, agar tindakan korektif kepada penyebab itu dapat dilakukan serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah.
Menurut D.A. Colling (1990) yang dikutip oleh Bhaswata (2009) kecelakaan dapat diartikan sebagai tiap kejadian yang tidak direncanakan dan terkontrol yang dapat disebabkan oleh manusia, situasi, faktor lingkungan, ataupun kombinasi-kombinasi dari hal-hal tersebut yang mengganggu proses kerja dan dapat menimbulkan cedera ataupun tidak, kesakitan, kematian, kerusakaan property ataupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya.
Menurut WHO, Kecelakaan Lalu Lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia atau binatang. Kecelakaan lalu-lintas menelan korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahunnya.
Heinrich (1980) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak terencana dan tidak terkontrol yang merupakan aksi atau reaksi dari suatu objek, substansi, manusia, atau radiasi yang memungkinkan atau dapat menyebabkan injury.
Frank E. Bird dan George L. Germain mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian pada manusia, kerusakan property, ataupun kerugian proses kerja, sebagai akibat dari kontak dengan substansi atau sumber energi yang melebihi batas kemampuan tubuh, alat, atau struktur.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984). Menurut F.D. Hobbs (1995) yang dikutip Kartika (2009) mengungkapkan kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya.
Dari teori-teori diatas definisi operasional dari kecelakaan adalah peristiwa yang terjadi secara tidak sengaja dan tidak direncanakan yang dapat menimbulkan kerugian pada harta, barang, maupun kerugian fisik.
 Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan. Dari beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda pada pemiliknya (korban).
1.2.2        Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadikanya kecelakaan, pertama adalah faktor manusia, kedua adalah faktor kendaraandan yang terakhir adalah faktor jalan. Kombinasi dari ketiga faktor itu bisa saja terjadi, antara manusia dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan kemudian ban pecah yang mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan. Disamping itu masih ada faktor lingkungancuaca yang juga bisa berkontribusi terhadap kecelakaan.
1.      Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului denganpelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu.Selain itu manusia sebagai pengguna jalan raya sering sekali lalai bahkan ugal ugalan dalam mengendarai kendaraan, tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan dalam keadaan mabuk, mengantuk, dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya yang mungkin dapat memancing gairah untuk balapan.
2.      Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering adalah kelalaian perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Contohnya seperti rem blong, setir macet, dll. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, disamping itu adanya kewajiban untukmelakukan pengujian kendaraan bermotor secara reguler.
3.      Faktor jalan dan lainnya
Faktor jalan terkait dengan kecepatanrencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan,ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisipermukaan jalan. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda dan sepeda terbang
4.      Faktor Cuaca
Hari hujan juga memengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan
2.3 Hubungan Antara Safety Riding yang Dapat Mengurangi Kecelakaan
Kecelakaan menjadi masalah penting dalam lalu lintas. Banyak faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data Ditlantas Polri tahun 2009 yang tersaji pada buku yang sama, penyebab kecelakaan lalu-lintas yang dominan adalah kesalahan manusia /pengemudi yang presentasenya mencapai 85%. Penyebab berikutnya adalah faktor kendaraan 4%, jalan dan prasarana 3%, pemakai jalan lainnya 3%, factor lingkungan dan sebagainya 5%. Dari 85% tersebut, modus kesalahan yang dilakukan pengemudi, penyebab terbesar terjadinya tabrakan adalah pengemudi tidak sabar dan tidak mau mengalah (26%), menyalip atau mendahului (17%), berkecepatan tinggi (11%), Sedangkan penyebab lainnya seperti perlanggaran rambu, kondisi pengemudi dan lain-lain berkisar antara 0,5 sampai 8%.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa human error menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan dijalan raya. Salah satu contoh faktor human error yang dapat menyebabkan kecelakaan adalah kurangnya tingkat keselamatan dan keamanan pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya dijalan raya. Dibeberapa keadaan pengemudi kurang memperhatikan keselamatan dan keamanan dirinya maupun pengguna jalan lain. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang pentingnya safety riding khususnya bagi pengemudi remaja usia 18 – 21 tahun yang baru mengendarai sepeda motor. Oleh karena itu pemahaman mereka tentang safety riding masih sangat kurang.
2.4 Objek Penelitian
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa adolescene diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah Darajat (1990: 23) adalah: masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.  Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:  192)
Paparan diatas merupakan alasan pemilihan objek penelitian pengemudi remaja dengan kisaran usia 18 – 21 tahun. Usia remaja yang dianggap masih sangat kurang pengetahuan tentang safety driving dan masih memiliki tingkat emosional yang tinggi sehingga kerap kali mereka mengabaikan keselamatan dan keamanan dirinya sendiri.
2.5 Karakteristik Perilaku Pengemudi Remaja
Banyak kejadian kecelakaan yang disebabkan karena perilaku remaja yang seenaknya sendiri berkendara tanpa mengindahkan tata tertib. Kecelakaan lalu lintas sering kali disebabkan karena pelanggaran yang dilakukan oleh  pengendara itu sendiri. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat khusunya remaja melanggar lalu lintas dan tidak ada kesadaran yang ditunjang dengan pengetahuan yang luas tentang tata tertib lalu lintas. 
Anak-anak remaja banyak yang mengganggap apabila berkendara dengan mematuhi tata tertib lalu lintas dianggap kolot padahal sebenarnya mereka tidak berpikir luas dan kedepan akan bahaya dan dampak yang akan dialami apabila melanggar lalu lintas. Karena, sejatinya peraturan dibuat untuk ditaati bukan dilanggar. Namun, paradigma masyarakat yang salah kaprah memutar balikkan slogan sehingga menjadi doktrin dan kemudian membudidaya menjadi watak yang sulit untuk dirubah, yaitu “Aturan dibuat untuk dilanggar”. Paradigma dan pemikiran masyarakat sudah sangat salah kaprah, mereka menganggap bahwa peraturan tidak penting untuk ditaati. Selain itu, lemahnya hukum dan ketidak bijaksanaan aparat pemerintah sendiri yang membuat masyarakat melunakkan segala hukum dan peraturan yang sudah ditegakkan. Banyak masyarakat percaya bahwa aparat polisi bisa disuap dll. Karena, ketidak bijaksannaan polisi sendiri seakan pemerintah membuat aturan dan itu dijadikan lahan keuangan bagi oknum-oknum nakal. Saat kepercayaan masyarakat pada aparat pemerintah telah pudar, maka pelanggaran tata tertib mulai merajalela. Banyak remaja berkendara nekat melanggar peraturan tata tertib berkendara karena hal tersebut. Sehingga, dalam melestarikan tata tertib berkendara diperlukan kerjasama antara semua pihak demi terwujudnya budaya tertib berlalu lintas.

2.5.1 Faktor-faktor pelanggaran
Faktor-faktor penyebab pelanggaran tata tertib di lalu lintas oleh remaja dibagi menjadi dua, yaitu faktot interen dan eksteren. Faktor eksteren antara sosial budaya, sosial ekonomi dan pendidikan serta wawasan. Sedangkan, faktor interen antara lain psikologis, motivasi, kesadaran, paradigma dll.
Dari beberapa faktor tersebut, faktor yang sering menjadi penyebab utama pelanggaran etika tata tertib berlalu lintas bagi remaja adalah faktor psikologis. Faktor psikologis sangat memperngaruhi etika remaja dalam berkendara, bagaimana sopan santun dia di jalan, moral dan kepatuhan dia pada tata tertib serta rasa respect kepada penggunan jalan lain akan tercermin saat dia berkendara. Psikologi dalam diri remaja tidaklah stabil, sehingga sangat sulit mengendalikan diri mereka ketika di jalan. Masa remaja, mereka sangat ingin dilihat, dikenal dan menonjolkan diri, mereka merasa bangga dengan mengebut dijalan, memodifikasi kendaraan yang membahayakan karena tidak sesuai standar, dan emosi jiwa yang kadang tidak baik sehingga mereka melampiaskannya dengan ugal-ugalan di jalan, karena ada rasa puas setelah mereka bisa melakukan hal tersebut. Disamping itu, mereka hanya bisa mengendarai motor tetapi tidak mengendarai motor yang baik dan sopan. 
Yogadhita Gde perwakilan dari Badan Kesehatan Dunia alias WHO mencatat ada sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya. Dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia dengan rentang usia 10-24 tahun. “Tingkat fatalistik anak remaja menempati posisi kedua dalam usia kecelakaan,” bilangnya saat Konferensi Anak Indonesia tahun lalu.
Hal yang paling serius dalam menghadapi kondisi seperti ini adalah soal kesiapan si anak berhadapan dengan jalan raya. Karena tingkat kematangan dan pemahaman pada usia remaja tidak lah sebaik orang-orang dewasa, sehingga rasa kesiapan itu pun kurang dan sangat merugikan diri sendiri. Fenomena tingginya kecelakan pada remaja dapat diterangkan secara neurosains. Otak emosional yang belum terkontrol pada remaja merupakan penyebab utamanya. Otak manusia terdiri dari empat lobus, yaitu lobus frontal, lobus parietal , lobus temporal , dan lobus oksipital . Pada lobus frontal memiliki fungsi untuk memecahkan masalah, mempertimbangkan sesuatu, menghambat perilaku, merencanakan sesuatu, memantau diri sendiri, kepribadian, emosi, mengatur sesuatu, memperhatikan, berkonsentrasi, mental-flexibility, berbicara, awareness of abilities, mengendalikan diri, dan “melakukan sesuatu yang benar”.
Kegiatan menyetir dapat dilakukan atas kerja pada otak bagian:

·  Korteks prefrontal merupakan daerah otak yang  paling terakhir mencapai kematangan. Bagian ini memegang kendali terhadap fungsi perencanaan, pengaturan, dan pengambilan keputusan. Perkembangan korteks prefrontal pada manusia berbeda-beda dan umumnya terjadi maksimal pada usia 25 tahun. Hal inilah yang menyebabkan remaja kurang memiliki kemampuan untuk menilai konsekuensi atau menyerap informasi, seperti orang dewasa pada umumnya.
·  Hipokampus yang terletak pada otak bagian tengah ini merupakan pusat pengaturan memori.
·  Amigdala yang juga terletak di otak tengah berfungsi sebagai pusat kendali emosi. Sebagian besar perilaku remaja dipengaruhi oleh amigdala sehingga mereka dapat bertindak secara irasional dan emosional. 
Sehingga beberapa hal yang membedakan otak remaja dan dewasa adalah :

1.   Emotional Rollercoaster dimana Amigdala berkembang pesat sehingga membuat pusat emosi teraktivasi berlebihan. Pada akhirnya, remaja berpikir dengan “emosi” mereka dan menganggap bahwa sesuatu dapat menjadi ancaman bagi dirinya.
2.   Sifat Impulsif. Sifat ini berhubungan dengan serotonin, yaitu neurotransmitter yang mengatur tidur dan rasa rileks seseorang. Pada remaja kadar serotonin dalam tubuh rendah sehingga seorang remaja dapat bersifat impulsif.
3.   Sifat Pengambil Risiko. Sifat ini berhubungan dengan dopamine, yaitu neurotransmitter yang mengatur mood dan perasaan senang. Kadar dopamine dalam tubuh remaja yang tinggi membuat remaja mengalami fase “hungry for stimulation” atau perilaku suka mengambil risiko. Pada remaja laki-laki, adanya hormon testosteron diketahui dapat memperkuat kinerja dopamine. Selain itu, 60% sifat pengambil risiko pada remaja ternyata dapat diturunkan oleh orang tua atau bersifat genetik.
4.   Kemampuan Penilaian. Istilah “The teen brain is like a race car without brakes (otak remaja seperti sebuah mobil balap tanpa rem)” memiliki maksud bahwa remaja memiliki kemampuan penilaian yang buruk sehingga dianggap tidak memiliki “rem”, sedangkan amigdala sebagai “bensin” dapat berfungsi maksimal. Perkembangan korteks prefrontal yang belum sempurna dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan, termasuk mempertimbangkan konsekuensi yang ada serta kurangnya kemampuan dalam menilai tindakan/ keputusan yang mungkin berbahaya.

Menurut Irjen Pudji Hartanto, Kepala Korprs Lantas Polri, pada tahun 2011 kematian anak akibat kecelakaan lalu lintas meningkat tajam. Peringkat pertama pada usia 5-29 tahun. Tingkat kedua pada usia 5-14 tahun dan peringkat ketiga 30-44 tahun.

2.5.2 Bentuk-bentuk pelanggaran
1) Mengebut di jalan
2) Tidak memiliki SIM, STNK, STUJ (surat tanda uji kendaraan)
3) Tidak mengenakan sarana prasaran yang lengkap
4)  Memodifikasi motor yang tidak sesuai standar
5)  Melanggar marka jalan
6)  Melanggar rambu-rambu
7)  Tidak menyalakan lampu sein, riting, lampu hazard
8)   Pelanggaran terhadap ketentuan dan muatan yang diijinkan
9)   Berkendara dalam keadaan mabuk, telpon, sms dan berbicara
10) Belum terampil dalam berkendara (frekuensi tertinggi adalah 0-18 bulan setelah     kepemilikan SIM)
11)  Mengebut di jalan raya (yang dilakukan oleh 38% remaja laki-laki dan 25% remaja perempuan)
12)  Menumpang pada teman sebaya (nebeng)
13)  Menyetir pada malam hari (pada Pk. 21.00-Pk. 06.00)
14)  Menyetir dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan
15)  Kondisi kendaraan yang tidak baik (sabuk pengaman yang tidak memadai atau mobil lama/old car)
16)  Menggunakan telepon seluler pada saat menyetir (memiliki risiko 4x untuk terjadi kecelakaan).
2.5 Hipotesis
Dugaan sementara dari penelitian ini adalah bahwa banyak kecelakaan lalu lintas yang dialami pelajar usia 18 – 21 tahun yang disebabkan oleh kurangnya sikap safety riding saat mengemudikan kendaraan di jalan raya. Jika kita menerapkan sikap safety riding saat mengemudi kita dapat terhindar dari kecelakaan yang ada di jalan raya.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Kota Tegal Terletak diantara 109°08’ - 109°10’ Bujur Timur dan 6°50’ - 6°53’ Lintang selatan, dengan wilayah seluas 39,68 Km² atau kurang lebih 3.968 Hektar. Kota Tegal berada di Wilayah pantai utara, dari peta orientasi Provinsi Jawa Tengah berada di Wilayah Barat, dengan bentang terjauh utara ke Selatan 6,7 Km dan Barat ke Timur 9,7 Km. Dilihat dari Letak Geografis, Posisi Kota Tegal sangat strategis sebagai Penghubung jalur perekonomian lintas nasional dan regional di wilayah Pantai Utara Jawa ( Pantura ) yaitu dari barat ke timur (Jakarta-Tegal-Semarang-Surabaya) dengan wilayah tengah dan selatan Pulau jawa (Jakarta-Tegal-Purwokerto-Yogyakarta-Surabaya) dan sebaliknya.
Luas Wilayah Kota Tegal, relatif kecil yaitu hanya 0,11 % dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara Administrasi Wilayah Kota Tegal terbagi dalam 4 Kecamatan dan 27 Kelurahan, dengan batas administratif sebagai berikut  :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.
• Sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tegal.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Brebes.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1986 tentang perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tegal, Luas Wilayah Kota Tegal adalah 38,50 Km² atau 3.850 Hektar. Namun demikian secara Defacto luas wilayah Kota Tegal mengalami perubahan sejak tanggal 23 Maret 2007 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Tegal dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah di Muara Sungai Kaligangsa., sehingga luas wilayah Kota Tegal menjadi 39,68 Km² atau 3.968 Hektar.
Tegal Timur adalah sebuah kecamatan di Kota Tegal, Jawa Tengah, Indonesia. Ibukota nya adalah Kejambon. Tegal Timur berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Tegal di timur dan selatan, serta Kecamatan Tegal Selatan dan tegal Barat di barat.
Di kecamatan ini terdapat Balai kota, Alun-alun, dan Masjid Agung yang terletak di kelurahan Mangkukusuman, serta trdapat pula Stasiun Kereta Api Tegal yang terletak di perbatasan antara kelurahan Slerok dan kelurahan Panggung.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan untuk mengumpulkan data berbentuk angka melalui survey. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif  berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut (Kirk dan Miller, 1986 dalam Moleong, 2007) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen, serta sosialisasi langsung yang memberikan penyuluhan tentang safety riding.
3.3 Teknik Analisis Data
            Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Metode ini meliputi kegiatan yang dilakukan dengan mengadakan penelitian langsung ke perusahaan untuk memperoleh data yang diperlukan sehubungan dengan masalah yang diteliti dan dilukiskan satu demi satu. Sehingga penelitian ini berusaha memberikan gambaran data-data yang dikumpulkan untuk ditarik suatu kesimpulan mengenai safety riding bagi pengemudi pelajar usia 18-21 tahun untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di Kota Tegal.
            Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman kebiasaan, nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi berikutnya atau generasi lainnya kedalam suatu kelompok atau masyarakat. Jadi, sosialisasi dapat diartikan sebagai proses pembelajaran seseorang individu mengenai hal-hal yang belum diketahui. Sedangkan keselamatan adalah perlindungan terhadap fisik seseorang individu ataupun keadaan sejahtera dari keadaan aman secara fisik, sosial, spiritual dan finansial.
Kegiatan Sosialisasi merupakan upaya penyegaran kembali pengetahuan dan keselamatan sehingga menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan produktif serta mencegah terjadinya kecelakaan.
Jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam sosialisasi ini adalah:
1.      Membagikan brosur tentang safety riding.
2.      Penyuluhan materi tentang pentingnya safety riding di jalan raya.
3.      Melakukan interaksi tanya jawab seputar materi yang telah disampaikan.
4.      Mengadakan permainan yang sesuai dengan materi.
5.      Melakukan simulasi atau praktek langsung tentang safety riding.
6.      Mengajak para pengemudi pelajar untuk menerapkan perilaku safety riding di jalan raya.
3.4 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan data primer, untuk data primer dilakukan pengumpulan data dengan melakukan beberapa survai diantaranya survai inventarisasi titik lokasi rawan kecelakaan dengan mencatat titik koordinat lokasi rawan kecelakaan. Adapun waktu pengambilan data survai inventarisasi titik lokasi rawan kecelakaan dilakukan pada pagi hari, Untuk pelaksanaan sosialisasi penyuluhan safety riding akan dilakukan pada pagi hari. Dan pengumpulan data sekunder berupa pengisiaan angket oleh beberapa pelajar pada beberapa sekolah akan dilakukan pada pagi hari.  Untuk pelaksanaan survey akan dilakukan pada tanggal 8 – 9 Maret 2016 Pukul 08.00 – Selesai, Dan untuk pelaksanaan sosialisasi pengisian angket ke SMA dan Universitas dilakukan pada tanggal 18 – 22 Maret 2016.
3.5  Subjek Penelitian
      Subjek pada penelitian ini adalah pengemudi berusia remaja berusia 18 – 21 tahun yang letak sekolahnya berada di kecamatan Tegal Timur sebanyak 50 orang pelajar SMA dan 30 orang mahasiswa.
3.6  Fokus Penelitian
      Penelitian ini terfokuskan pada kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengemudi pelajar berusia remaja dalam kisaran usia 18 – 21 tahun. Pengemudi pelajar yang terkait adalah penelitian ini adalah pelajar SMA dan Mahasiswa yang lokasi sekolahnya berada di Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Sosialisasi penyuluhan tentang Safety Riding akan difokuskan hanya kepada beberapa sampel sekolah yaitu sejumlah 8 SMA dan 3 Universitas.
3.7 Sumber Data
      Pada penelitian ini penulis memperoleh sumber data dari kepolisian kota Tegal, dan masyarakat yang melanggar peraturan lalu lintas di kota Tegal, sedangkan sumber data yang lain adalah dapat berupa buku, dokumen, majalah, koran, dan kenyataan yang dapat diamati.
3.8 Identifikasi Variabel Penelitian
-       Variabel Bebas : Safety Riding
-       Variabel Terikat : Kecelakaan
3.9 Definisi Operasional
-       Safety Riding
Safety Riding adalah sebuah bentuk pola perilaku untuk berkendara yang nyaman dan aman, baik untuk diri sendiri maupun pengguna jalan yang lain (pengendara maupun pejalan kaki). Artinya adalah suatu sikap agar kita mengkondisikan diri agar bagaimana mengendari sepeda motor yang aman dan nyaman, baik untuk diri kita maupun orang lain. Masih banyak kita lihat orang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, atau sangat lambat dan lain-lain yang membahayakan dirinya dan juga orang lain disekitarnya. Menurut survey tim safety riding, lebih dari 50% kecelakaan sepeda motor disebabkan oleh faktor manusia itu sendiri, selain faktor kendaraan dan lingkungan.seperti perilaku mengikuti, mengklakson, melalakukan gerak kasar, mengedidpkan lampu jauh , disuasana lalu lintas yang tenang sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lain beresiko tabrakan dan terjadi kecelakaan lainnya yang tidak di inginkan.

-       Kecelakaan
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban).
3.10 Kesulitan Penelitian
1.        Tanggapan responden atau obyek penelitian yang mungkin kurang sesuai dengan harapan peneliti. Hal ini dikarenakan responden tidak mengetahui maksud dan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian.
2.        Kesulitan dalam mengumpulkan data kualitatif tentang safety riding melalui angket terhadap obyek penelitian di kecamatan Tegal Timur karena mungkin terdapat responden yang mengisi angket tidak sesuai dengan kondisi nyata responden
3.        Suatu pemahaman penuh akan Safety Riding merupakan suatu hal yang minimal karena suatu pemahaman yang cukup, bahkan lebih, namun bila tanpa penerapan nyata akan tiada hasilnya. Penerapan Safety Riding dan Tertib Lalu Lintas merupakan hal yang cukup sulit untuk secara tegas dilakukan. Kerap kali, beberapa kendala kian muncul dan menghadang Safety Minded (pemikiran akan keselamatan) tersebut, beberapa faktor diantaranya, kondisi dan situasi yang kian menjadi dalih untuk bertindak.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Perhubungan.2009.Undang  – undang    Nomor    22   Tahun 2009   tentang Lalu Lintas  dan  Angkutan Jalan.Perhubungan.Jakarta.
Website:
http://nikenwrites.blogspot.co.id/2013/04/etika-remaja-dalam-berkendara.html
http://azimutyo.blogspot.co.id/2012/05/sosialisasi-keselamatan-transportasi.html